Tidak ada yang perlu dibantah atau diperbaiki, apapun yang dilakukan semua sudah terjadi. Barangkali hanya menunggu waktu kapan amarah akan meledak, tangis akan pecah, dan gempalan tinju akan mendarat di muka orang yang tidak disukainya. Semacam dendam yang mendalam yang diwariskan nenek moyang keturunannya dan dendam itu harus dimuntahkan sehingga tidak menggumpal menjadi darah daging menurun sampai ke keturunan selanjutnya. Tidak mudah uraikan kata maaf tapi kemudian mengulang kembali kesalahan-kesalahan lama, sungguh perbuatan bodoh!, tapi apa mau dikata begitulah adanya.
Kebencian yang bertahun-tahun bersemayam di dalam hati, karena pengkhianatan dan kesetiaan yang tak berbalas sudah tak layak lagi untuk ditumpuk di dalam kamar hati. Hanya akan mengotori jiwa, menyia-nyiakan waktu memikirkannya, lebih baik mengosongkannya untuk ditempati dengan sesuatu yang lain yang menyenangkan hati.Atau juga bahkan memberi ruang baru untuk memaafkan ketidakenakan itu. Bisakah kepercayaan kembali pulih, putih seperti awalnya, dan menempatkan ruang yang paling indah di sudut hati? Namun apa hendak dikata semu itu belum bisa diwujudkan.
Membangun apa yang pernah dibangun, setelah merusaknya, meluluhlantahkah semua yang pernah dibangun bersama, apa mungkin masih ada kesempatan untuk menerima dan diterima seperti sediakala? Rasanya memang sulit. Apa yang harus ku lakukan? Masih adakah kemungkinan berucap maaf dan dimaafkan tanpa tendensi apapun dan dari siapapun? Tidak mengertikah dimensi waktu akan keinginan yang terbentuk oleh fenomena dari bias fatamorgana. Bagaimana memberi dan menerima apa yang tak layak lagi untuk dianggap sebagai keindahan, meskipun semua berawal dari keindahan. Mata telah salah memandang, tapi rasa waktu itu tidak memberi sinyal apapun, hanya senyum yang mengembang menyambutnya, semua terasa berbeda dengan hari ini, hari yang telah membentuk lukisan gelap, hanya kanvas hitam. Kanvas yanag ditaburi cat hitam bukan noda.
Kehilangan dalam bentuk apapun memang menyakitkan, sekecil apapun ia akan menoreh rasa perih. Wajahku boleh menampilkan kecerian dan kegembiaraan yang meluap-luap, tapi luka pun tak mau kuungkapkan dengan wajah kusut masai seumpama tapai, walau semua orang tahu aku dalam duka yang banyak orang pernah mengalaminya, jadi aku tidak sendiri, tapi ini bukan keinginanku. Terkadang ada rasa putus asa yang dalam. Memaafkan adalah kelegaan, kebencian adalah sakit yang dipelihara seperti menjaga mutiara dari mata pencuri, alangkah tidak nyamannya keadaan seperti ini.Entah kapan hati menerima keadaan serupa ini, dan memberi kata maaf, yang sebenarnya kata maaf itu telah lama bersemanyam di lubuk hati.hanya saja belum keluar dari mulut dan disampaikan kepada si pemohon maaf.Barangkali harus banyak belajar dari kegagalan, penderitaan dan kesengsaraan, barulah bisa menjadi bijaksana menyikapi persoalan hidup yang pelik ini. Tapi karena perasaan cinta yang begitu dalam namun terasa perih ketika datang khianat yang telah merobek-robek rasa. Sehingga menjadi sulit menerima kenyataan untuk memaafkan. Tinggallah benci yang begitu dalam. Membungkusnya dalam kemasan kebijaksanaan adalah hal tersulit.
Pernah aku berpikir, ketika rasa menderita itu menikam ulu hatiku, untuk meninggalkan orang-orang yang mengenalku di dunia ini, dan pergi ke negeri yang tak berpenghuni, tapi bukan mati, walau aku tidak takut mati tapi aku belum mau mati.Bumi sepertinya akan runtuh dan sangat tidak berpihak padaku.Tidak kepada siapapun berani kuungkapkan bahwa seseorang yang disayangi, yang pernah berjanji dengan sepenuh cinta yang ia miliki untukku, dengan jelas dan tanpa rasa menghujam belati ke ulu hatiku, persis seperti ketika ia katakana cintanya kepadaku, indah tak terbayangkan, begitu pula ketika ia hujamkan rasa tak sukanya padaku, sakitnya juga tak terbayangkan.Cinta semacam apa yang ia miliki. Mungkinkah ketika ia temukan perempuan di depan matanya berpalinglah ia dari cintanya padaku, dengan gampangnya ia katakan untuk putuskan tali yang telah ia ikat dengan ikatan atas nama Tuhan. Bolehkah aku menyebutnya orang paling kejam. Kesalahan memilihnya sebagai pasangan hidup, kesalahan terlalu cepat menilai ketulusan cintanya.Hanya kepada mu kawan berani kuungkapkan semua resah gelisahku yang hampir menghacurkan hari-hariku. Untung nya Tuhan telah menghadirkan dirimu menjadi teman ku, membesarkan hatiku yang remuk redam, menguatkan nyaliku untuk terus menyala dan melawan getirnya hari-hari yang kulalui . Jika ku sanggup membunuh jiwa raganya akan ku lakukan, sayangnya itu tak mungkin ku sanggupi, biarlah ku serahkan pada Tuhan yang menciptakannya. Hanya yang ku tahu adalah bahwa aku tak sanggup bersamanya, ku tidak mau memaafkannya, dan ku mau ia mati membawa perihnya luka hatiku. “Tuhan lah yang sanggup mencabut nyawanya”, kiranya penderitaanku akan terbang bersama hembusan nafasnya menghadap Sang Pencipta.
Perasaan cinta dan benci memang dua hal yang berbeda, namun kadarnya sama. Perasaan yang membuat aliran darah berhenti mengalir, rasanya seperti mati.rasa yang tidak ada bandingannya. Rasa yang tak terkendali. Rasa yang dikuasai emosi senang dan benci yang membenam dalam di hati pemilik cinta dan benci. Perasaan cinta menimbulkan maaf yang sebesar-besarnya atas apapun yang terjadi, sebaliknya perasaan benci menimbulkan dendam dan marah, melupakan semua keindahan dan kebaikan yang pernah terjadi. Tidak bersisa sedikitpun buah manisnya, yang tinggal Cuma pahit.
Temanku, betapa rumitnya perjalanan cinta itu, tidak terbayangkan olehku ketika perasaan cinta tengah membelai hatiku (yang aku tidak tahu kalau sebenarnya ia sedang menari-nari mempermainkan hatiku yang suci murni belum tercemar oleh cinta apapun) sebenarnya cinta itu pun sedang menyayat hatiku pelan-pelan dan akhirnya sampailah ia ke pusaran air yang paling ganas dan berbahaya, ia menenggelamkan ku dalam kekecewaan dan luka yang dalam. Aku takut aku membenci cinta itu sendiri.Aku takut aku membelenggu diriku sendiri dalam keterpurukan rasa. Aku takut ketegaranku menyimpan kelemahan yang tidak ada obatnya.Walau sebenarnya teman, seharusnya aku bersyukur bahwa Tuhan menyayangiku, Ia beri aku jalan hidup seperti ini, karena Ia sangat tahu diriku. Karena cinta aku menjadi lalai dan ingkar kepadaNya, aku melupakan perasaan cintaku kepadaNya. Aku jarang bahkan tidak pernah lagi berlama-lama bercengkrama denganNya dalam renungan-renungan malam yang panjang, aku benar-benar lupa diri, lupa kepadaNya. Tapi aku tak membuangnya, Ia selalu ada di hatiku. Aku memang manusia sombong, aku manusia hina. Aku sudah menghancurkan diriku dalam cinta dunia yang patamorgana, aku hanya memasuki cinta kepada manusia yang hampa tanpa esensi, Ia menegurku, karena sebelum hari ini aku pernah berdoa kepadaNya, untuk menolongku dari ketersesatan ku, aku selalu memikirkanNya. Dan inilah jawaban permintaan doaku.Aku tahu Ia lebih mengetahui diriku dan niat manusia terhadapku. Sehingga ia beri jalan ini kepadaku, semoga aku beruntung temanku. Sebelum ajal menjemputku semua alur hidup ini telah aku jalani, aroma pahit manis,asam dan hambar telah kucicipi. Cerita hidup telah lengkap untuk diresapi dan dimaknai. Semoga Tuhan penuntun jalanku selalu berpihak kepadaku dan selalu merangkulku dalam cinta dan kasihnya yang dalam. Hanya kepadaNya aku kembali. Walau banyak pengkhianatan aku lakukan, Ia masih menegurku dengan caraNya sendiri. KemurahanNya tanpa pamrih, cintaNya tak bertepi, setiap kegelisahan, kegalauan dan kekacauan terhapus dengan rasaNya yang tidak pernah berpaling.Sekalipun aku merasa Tuhan mendiskriminasikan ku dengan manusia lain, Ia memberikan kelebihan dan keberuntungan kepada orang-orang lain, tapi berbeda denganku. Aku merasa tidak seberuntung orang-orang lain, entah apa rencana Tuhan kepadaKu. Tapi teman, aku yakin Tuhan telah memilihku berbeda dari orang-orang lain, Ia yang tahu aku, Ia ciptakan aku dengan keinginanNya untuk menjadikan aku sesuatu yang berbeda dengan yang lain. Aku menjadi kuat krena Ia menguatkanku dengan keyakinanku kepadaNya.Ia ada dan bersemayam dalam hatiku dan mengalir dalam darahku. Meskipun selalu bertabrakan ketika aku melakukan pengkhiatan kepadaNya, Ia tetap menegurku dan menerimaku kembali padaNya sesuai keinginanku untuk berada di jalanNya dan tak ingin berpisah darinya.
Teman, kau tahu bahwa aku kuat melawan dari sekian banyak gelombang kehidupan, yang pada awalnya aku merasa aku tak sanggup menanggung nya. Kekuatan Tuhan telah menyambar ke seluruh tubuhku, mengayuh hatiku, berjuang melawan dilemma hidup.Beratnya beban hidup dan ancaman hati yang datang silih berganti terasa tidak kuat untuk ditanggung sendiri, tanpa berbagi dengan siapapun. Tahukah kau teman, banyak teman dan kawan-kawan dekat, tapi tidak ada yang tahu bagaimana dilemma hidup sedang menerpaku bahkan keluargaku sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi dan sedang kualami di hari-hari panjangku, karena aku memang tidak berkeinginan untuk berbagi kedukaan ataupun penderitaan. Biarlah ini menjadi cerita hidupku, dan berhadapan dengan Tuhanku dengan segala kerelaan dan keridhoanNya. Diakhir hayat, ku membawa semua rasaku dengan ringan, tanpa rasa malu, tanpa kegelisahan.Sambutan maaf dariNya adalah pengharapan terbesar dalam hidupku. Tanpa maafNya aku bagaikan kayu bakar yang hanya akan menjadi abu tanpa kebermaknaan.
Teman, bolehlah kau menertawakan hidupku, aku pasrah, aku ikhlas dengan semua yang terjadi padaku. Akan bagaimana cerita hidupku, aku pun tidak tahu. Terkadang memang aku lelah dengan semua ini, Cuma pasrah yang aku miliki kini, aku hanya akan mengalir bagai air sampai ke tempat yang paling damai yang menampung hidupku.Aku ingin menyatukan lembaran-lembaran yang robek dengan perekat cinta Illahi dan menyimpannya dalam album kehidupan.Ku tulis lagi lembaran-lembaran putih dengan kisah kehidupan baru dalam naungan cinta Illahi Rabbi.
Pangkalpinang, 25 Maret 2010
By Tahya Aminah